No Gethuk, No Party!

Kuliner dan industri adalah paduan serasi, terlebih jika produknya bercita rasa nusantara. Demikian ihwal yang menandai langkah seorang perempuan asal Pasuruan dalam menggeluti seni mengolah kudapan khas Jawa, yakni gethuk.

Yuni, begitu ia akrab disapa, sudah delapan tahun mengkreasikan olahan singkong dengan sentuhan kekinian. Tak ayal, gethuk buatannya digemari berbagai kalangan yang bukan cuma di Kediri tempatnya bermukim, namun kreasinya sudah melawat sampai ke penikmatnya di Jakarta dan Pulau Dewata.

Kendati berawal dari  iseng dan coba-coba, pemilik nama lengkap Theresia Yuni Lestari ini tidak mengira jika usahanya meramu kue warisan tradisi ini, justru berkembang jadi salah satu sumber ekonomi keluarganya.

Berkat industri rumahan yang dirintis, Yuni tidak hanya membawa angin segar bagi perekonomiannya, tapi juga berkontribusi pada petani singkong di wilayahnya. Sebab, nyaris setiap pekan ia membeli singkong dalam jumlah besar dari petani di seputaran Kediri.

“Jadi kalau ada pesanan gethuk, saya sudah tidak repot ke pasar beli bahan baku lagi,” ujar penghobi olahraga bersepeda ini. 

Berawal dari Lomba di Sekolah Anak

Ditandai dengan cupcake unik. Ya, ide membuat kudapan terbersit ketika ia ditunjuk mengikuti lomba kreasi kuliner di sekolah putrinya. Di awal, Yuni mengaku sama sekali tidak memiliki ide, hingga akhirnya semua gagasan datang begitu saja. 

Mengolah singkong menjadi gethuk pun jadi pilihan. Namun untuk membuatnya lebih menarik, Yuni menyajikannya dalam bentuk cupcake yang menggugah selera. Alhasil, kreasinya menarik hati juri dan didapuk jadi pemenang utama.

Dari cupcake gethuk itulah, jalan seolah terbuka. Yuni lantas mengunggah kreasinya itu ke media sosial facebook. Tak disangka postingan tersebut langsung  mendapat sambutan hangat.

“Gara-gara postingan itu, ada sahabat saya tiba-tiba menelpon. Ia memesan gethuk tapi dibentuk tart untuk perayaan ulang tahun pernikahan orang tuanya,” kenang Yuni bersemangat.

Tentu saja, tawaran itu tak lantas disanggupi. Sebab Yuni merasa dirinya belum berpengalaman. Tapi, kawannya masih antusias, bahkan mengaminkan sejumlah angka yang diusulkan.

“Iseng saya bilang, harganya sekian. Lah kok dia langsung deal,” tukas Yuni..

Sempat tak percaya, harga gethuk buatannya dihargai mahal, dan sejak itu Yuni pun serius mengerjakan orderan. Ia tekun mengolah bahan sesuai pesanan. Begitu dikirim, ternyata kawan yang jadi klien pertama itu puas sampai ketagihan.

Sejak itu, satu persatu orderan gethuk datang dari berbagai pelanggan. Mulai teman, sahabat, saudara dan kenalan di media sosial. Banyak dari mereka  memesan gethuk untuk momen istimewa seperti ulang tahun, wedding, hantaran lamaran, parcel natal, gift lebaran dan lainnya.

Kibarkan Bendera ‘Gethuk Tart

Pesanan gethuk tart kian rutin dan banyak. Hal itu semakin menumbuhkan kepercayaan diri Yuni untuk merancang detail bisnisnya. Pada tahun 2016, ia pun memiliki bendera atas kreasinya dengan membuat brand: Gethuk Tart.

Dalam perkembangannya, Yuni bereksperimen dengan menciptakan produk lain seperti pie gethuk, gethuk klepon, gethuk bakar, gethuk gulung, hingga gethuk lasagna.

Bahan baku singkong yang melimpah membuatnya tak kesulitan membuat gethuk kapan saja. Ia memadukan dengan bahan lain seperti gula merah, coklat, aneka buah dan keju sesuai kebutuhan.

Untuk menghasilkan gethuk yang nikmat, Yuni selektif memilih singkong dari petani. Rata-rata dalam sepekan, ia bisa beli 30 kg singkong segar yang disimpan dalam freezer setelah dibersihkan kulitnya.

Model gethuk yang dipesan pelanggan juga bermacam-macam. Ada yang minta dibuatkan bentuk aneka karakter kartun, hewan, replika orang, gitar, bunga, pohon natal, princess dan sebagainya.

“Pesanan klien yang unik-unik itu jadi tantangan tersendiri, ” ucap Yuni yang kemudian mengaku pantang menolak setiap orderan klien.

Secara otodidak, Yuni berkreasi menciptakan bentuk gethuk sesuai permintaan. Sejauh ini, pola yang ia buat tak pernah gagal. Sesekali ia mengintip pola dari internet atau buku. Lantas ia kembangkan sendiri.

Pernah, kata Yuni, ia merasa agak sulit membikin karakter yang diminta pemesan. Menghadapi situasi begitu, Yuni hanya butuh waktu menenangkan diri sejenak. Lalu berdoa supaya diberi kemudahan.

“Saya serahkan pada Tuhan supaya membimbing dan memudahkan pekerjaan saya, ” katanya seraya bersyukur ia diberi tangan yang diberkati.

Dalam berbisnis, Yuni yang kerap bangun dini hari mengerjakan pesanan klien ini menerapkan prinsip, iyakan saja maunya klien.

Tak ayal, ada kejadian di mana klien memesan gethuk tart secara dadakan. Namun dengan tekad dan siasat,  meskipun stok singkongnya terbilang menipis, Yuni pun tetap mampu memenuhi pesanan tersebut dengan bahan baku yang ada.

Di lain cerita, pernah  terjadi kesalahan dalam memperkirakan waktu pengambilan pesanan, tapi tak kehabisan akal, untuk paket  gethuk yang sudah jadi dan diharapkan diambil hari itu, Yuni promosikan ke  media sosial dan ada saja yang berminat. Kepiawaiannya itu lahir dari cara berpikirnya yang fokus pada solusi.

“Bisa saja gethuk itu disimpan di lemari es dan dikirim ke customer besok hari. Tapi saya sudah komitmen menyediakan gethuk yang fresh.” 

Begitu pun untuk pesanan luar kota. Perempuan yang bercita-cita punya toko bakery ini akan memastikan dulu di kota kliennya ada ekspedisi yang punya layanan paket sehari sampai. Dalam menjalankan bisnisnya.

Menariknya, hingga sekarang Yuni masih  mengerjakan semua pesanan sendiri. Ia berharap  ke depan kalau sudah ada toko bakery, baru akan merekrut tim yang bisa membantunya mengembangkan potensi kuliner warisan nusantara ini.

Sesuatu Melebihi Uang

Bagi Yuni, ada yang jauh lebih berharga dari sekadar uang; itu adalah kebahagiaan dan kebanggaan yang dirasakan ketika hasil karyanya dinikmati orang lain.

“Saya gak nyangka kreasi gethuk saya bakal disukai begitu banyak orang, bahkan bisa jadi bagian dalam  acara penting mereka,” ujarnya dengan penuh haru.

Lebih dari itu, ketika orang-orang yang pernah memesan gethuk membagikan testimoni baik secara langsung maupun melalui media sosial, Yuni merasa bahagia berkali lipat. “Itu benar-benar sulit digambarkan,” katanya.

Lewat cita rasa dan kreativitas, Yuni ingin terus berkomitmen menghidupkan kembali jajanan tradisional yang terdapat dalam literatur, seperti yang tercantum dalam serat Centhini, dan membuatnya dikenal di berbagai kalangan, terutama anak-anak.

“Awalnya, saya ragu apakah  anak-anak bakal suka. Eh, ternyata dengan bentuk unik dan modern, mereka justru sangat menyukai gethuk,” ujarnya. Bahkan, Yuni menambahkan, banyak yang terkecoh ketika melihat beragam model yang diciptakannya, mereka tidak menyangka kalau makanan itu sebenarnya terbuat dari singkong.

Berdaya dari Rumah

Lebih jauh, ketika ditanya mengenai bagaimana dengan peran ibu di rumah yang ingin menyediakan makanan bergizi bagi keluarga, Yuni berpandangan jika salah satu cara yang penting adalah dengan menjadi selektif dan kreatif  memilih serta mengolah bahan makanan untuk dikonsumsi.

“Menurut saya, makanan yang sehat tidak harus mahal. Kita dapat menemukan banyak bahan makanan dengan mudah dan terjangkau harganya untuk memenuhi asupan bergizi bagi keluarga,” ucap Yuni.

Yuni menekankan pentingnya kreativitas bagi seorang ibu. “Apalagi, sekarang ini ada banyak sumber belajar, cukup mencari resep di internet dan menyesuaikannya dengan kebutuhan,” tambahnya.

Di akhir perbincangan, Yuni menitip pesan, seorang perempuan bisa berdaya secara ekonomi dari mana saja. Termasuk dari rumah. “Selama mau belajar dan niatkan untuk memaksimalkan potensi diri, perempuan bisa berkarya dan berbuat sesuatu untuk keluarga dan lingkungannya, ” tuturnya. ***

***Yeti Kartikasari / Deasy Tirayoh

PUBLISHED BY Puan Indonesia
Go Top