Pegiat lingkungan dan humanitarian selama lebih dari 20 tahun. Sekretaris Jenderal MPBI (Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia), Direktur HFI (Humanitarian Forum Indonesia) dan Program Koordinator di UNDP, UNOPS dan HEKS. Saat ini bekerja di Palladium yang aktif sebagai pengurus Pusat ‘Aisyiyah, MDMC, serta jaringan The Climate Project Indonesia, Green Faith International dan ecoMasjid.
“Bunda, jangan lupa yaa, besok pagi kita Zoom!” Itulah reminder yang berulang kali aku sampaikan kepada ibu-ibu di Lembaga Lingkungan dan Penanggulangan Bencana ‘Aisyiyah.
Dan, tibalah saatnya, malam itu, 6 April 2020. Setelah mandi, berdandan rapi, setidaknya di bagian atas. Aku mengenakan jilbab ungu agar kelihatan cerah saat Zoom, disempurnakan dengan pulasan lipstik pink dan bedak tipis. Baju bunga-bunga merah-putih sudah kusiapkan.
Pertemuaan via Zoom difasilitasi Mbak Farah, kader muda ‘Aisyiyah. Hari itu, kami kangen-kangenan setelah sekian lama tidak bertemu. Suasana sangat cair. Kami semua menyalakan video dan bersahut-sahutan dengan gembira saat acara belum mulai. Kami mulai menyambungkan energi satu sama lain.
“Hening apa kabar? Di mana ini? Sibuk terus, ya?” Pertanyaan itu disampaikan Bu Nana. Disahut Bu Wastiyah, “Lama kita tidak sua, seneng banget bertemu begini.” Lalu Bu Tari seperti seorang guru memanggil nama peserta yang sudah online. “Bu Woro, Kak Yanthi, Kak Acha, Kak Erni, Bu Endang…” Waah pokoknya meriah dan bahagia.
Bu Nurni Akma membuka pertemuan dengan menyampaikan bahwa dalam ujian Covid-19 kita semua tidak boleh putus asa. Malam itu, kami saling berbagi semangat. Dimulai dengan gerakan ta’awwun, yakni Gerakan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah untuk menolong sesama.
“… dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan… (QS al-Maidah [5]: 2).”
Dalam ta’awwun tersebut terkandung semangat untuk menggerakkan amalan-amalan baik untuk membantu sesama. Tidak sekadar memberi bantuan atau sedekah, tetapi juga memberdayakan dan melibatkan orang-orang yang kita bantu. Gerakan ini didasari oleh tiga prinsip, yaitu makna, perbuatan, dan keberlangsungan program dengan pengabdian yang ikhlas dan pengelolaan profesional.
Energi pertemuan menjadi spirit bagi semua yang hadir. Kesibukanku sebagai manajer di Multistakeholder Forestry Programme (MFP) 4 Palladium yang praktis menghabiskan waktu dari pagi hingga sore, mulai Senin hingga Jumat, tak membuatku lelah dan malas berpikir tentang ‘Aisyiyah. Justru keharusan work from home membuatku berpikir dan bekerja lebih baik. Semakin sibuk, semakin cerdas. Itu yang aku rasakan.
Aku yang terbiasa tidur lewat tengah malam, biasa mengerjakan berbagai hal dalam satu waktu, merasa lebih aman bisa bekerja sambil mengawasi anak-anakku yang sedang kuliah di Yogyakarta, sekaligus bisa menemani ibu di Manjung, Wonogiri.
Gerakan ini bertujuan untuk membangun dan menciptakan keluarga tangguh (resilience), yakni keluarga yang bertahan pada situasi krisis, keluarga yang senantiasa lenting dari sisi mana pun.
Hening Parlan
Berkali-kali kusampaikan kepada Alif dan Gendis, anakanakku, agar kita senantiasa bersyukur karena pada saat seperti ini, sebagai bunda mereka, aku masih mempunyai pekerjaan yang baik, pimpinan dan manajemen yang baik. Bahkan situasi ini justru membuat kami selalu berkumpul. Syukur itu harus mewujud dan terefleksikan dalam aksi nyata dengan berbuat untuk sesama, semampu kita, sekuat kita, tak boleh diam.
Kegelisahan yang Berujung
Semangat kami melonjak saat bertemu dengan LLH PB seluruh Indonesia melalui Zoom. Saat itu kami membahas bagaimana mengimplementasikan semangat ta’awuun tapi tetap terus memperhatikan protokol kesehatan yang sudah ditentukan pemerintah.
Berbekal latar belakang pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana dan lingkungan, aku menyampaikan ide membangun keluarga lenting. Gerakan ini bertujuan untuk membangun dan menciptakan keluarga tangguh (resilience), yakni keluarga yang bertahan pada situasi krisis, keluarga yang senantiasa lenting dari sisi mana pun. Konsep ini dibangun dalam keluarga dan lingkungan terdekat.
Ide itu disambut baik oleh pengurus ‘Aisyiyah, yang kemudian mengkoordinasikan untuk implementasi.
Adapun konsep ini berisi empat hal, yakni:
- Gerakan keluarga sehat/healthy family, yaitu hidup sehat dengan mengikuti protokol kesehatan dengan selalu mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga agar tidak masuk ke kerumunan, dan memeriksakan diri bila ada gejala (panas, batuk, pegal-pegal, dan sesak napas), serta menaati seruan dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah.
- Gerakan keluarga hijau/green family dengan mengurangi sampah, memanfaatkan yang masih bisa digunakan, dan memilah sampah dengan benar. Melakukan penanaman sayur di sekitar rumah atau di pekarangan untuk kecukupan gizi keluarga, sehingga tidak membutuhkan biaya untuk kebutuhan sayur, serta mengurangi belanja ke luar rumah.
- Melakukan penyimpanan dengan benar/family smart logistic. Hal ini dilakukan karena tidak tahu sampai kapan pandemi Covid-19 ini akan berhenti. Oleh karena itu, setiap keluarga selalu punya kecukupan untuk kebutuhan sehari-hari.
- Membantu sesama dan tetangga/care and share. Ide ini adalah sebuah niat untuk menggerakkan bantuan dalam membantu sesama. Gerakan ini bisa dimulai dengan jimpitan di mana setiap keluarga mengumpulkan uang, beras, atau bahan makanan lain dengan tujuan membantu saudara-saudara yang membutuhkan.
Memanen Kesabaran, Memanen Pengetahuan
Kurang-lebih sebulan kemudian, 2 Mei 2020, keriuhan kembali terjadi di ruang pertemuan maya, Zoom. Pertemuan dimulai pukul 10.00 WIB, satu jam sebelumnya kami sudah berada di ruang meeting Zoom.
“Bunda-bunda, tolong memberi nama pada profilnya ya, misalnya Atik – LLH PB Jatim. Tolong semua diganti ya, agar kami bisa mengetahui nama Bunda dan dari mana,” lagi-lagi Farah memandu ibu-ibu yang mayoritas kurang melek teknologi.
Beberapa kali kami mendengar suara anak menangis, suara menggoreng, panggilan kepada ibu-ibu yang tengah ikut Zoom karena ada tamu, permintaan kepada anaknya untuk mengajari menjalankan aplikasi, serta banyak lagi keunikan lainnya. Beberapa kali moderator menyampaikan bahwa suara peserta tidak kedengaran, atau gambar hanya kelihatan sebagian, dan berbagai masalah teknis lainnya.
Kami benar-benar memanen kesabaran, tapi semua terbayar dengan cerita pengalaman bagaimana membangun kelentingan menghadapi Covid-19.
Sekalipun hanya melalui Zoom, kami semua merasa bahagia karena bisa berfoto bersama dan merengkuh semangat ibu-ibu di berbagai provinsi. Saya dan para pengurus LLH PB Pusat seperti mendapat siraman di tengah dahaga. Semangat kami bangkit dan menular kepada para pengurus di provinsi. Energi kami seperti baru dicas, lalu menyala cerah. Kami semua bersemangat.
Hari-hari kami selanjutnya dipenuhi berbagai kisah belajar, cerita lapangan, dan kerja sama. Mbakyu Lili dari Jawa Tengah, misalnya, bercerita bahwa Solo memerah dan warga harus berdiam di rumah. Saat memberikan bantuan sembako, disisipkan juga benih tanaman. Hal serupa dilakukan Bu Atik dari Jawa timur, yang menyampaikan bahwa bantuan sembako sekaligus disertai berbagai benih sayuran. Sedangkan dari Bali menyampaikan kerja sama dengan pemerintah provinsi berjalan baik. Ada bantuan beras puluhan ton kepada mereka untuk dibagikan. Berbagai cerita dari Sulawesi, Papua, Kalimantan, dan NTT melengkapi cerita-cerita membangun ketangguhan.
Kebahagiaan kami membuncah karena bisa berbuat dan bergerak untuk meringankan penderitaan banyak orang. Selain berbagai cerita baik, kami memberikan semangat dengan mengundang berbagai narasumber yang semua bertujuan mencapai Keluarga Tangguh/Lenting. Tema-tema yang kami diskusikan di antaranya “Perempuan Penjaga Bumi”, “Ngaji Lingkungan”, “Idul Fitri tanpa Sampah”, “Bagaimana Mengelola Sampah di Era Covid”, “Bagaimana Menanam Sayuran di Keluarga”, dan “Pemanfaatan Minyak Jelantah”.
Pertemuan menjadikan kami semakin dekat. Kami benarbenar seperti keluarga yang sama-sama merasakan dampak Covid-19, sama-sama prihatin, dan sama-sama tergerak untuk membantu sesama. Kami sadar bahwa kelentingan itu dibangun bukan dalam konsep dan dibangun sendiri, melainkan bangunan kelentingan itu adalah bangunan yang mesti lengkap, dari tangguh secara pribadi, sebagai keluarga, hingga bersamasama dalam lingkungan.
Seratus hari sejak ide kami lahir, gerakan ini semakin menguat, seperti benih yang kokoh dan mulai tumbuh. Ia tumbuh dan akan mekar pada saatnya. Kami pengurus LLH PB juga aktif dalam MCCC (Muhammadiyah Covid-19 Command Center) yang bersama Muhammadiyah dan Lazismu berkoordinasi serta bergerak bersama. Penghimpunan dana Lazismu secara nasional sampai Juni 2020 mencapai Rp 9.418.775.731 dengan penyaluran sebesar Rp 9.393.711.875. Penyemprotan sudah dilaksanakan di 25.540 titik, 56.631-liter disinfektan dibagikan, APD medis sebanyak 41.703 buah, masker 32.739 buah, dan paket sembako yang sudah tersalurkan sebanyak 20.983 paket.
Kami dari LLH PB yang berfokus pada perempuan, lingkungan, dan kemanusiaan terus bergerak serta membangun ketangguhan. Saat ini kami pun tengah mendapat dukungan dari TAFT (The Asia Foundation) yang mendukung gerakan Keluarga Tangguh ini di 16 wilayah (provinsi) untuk dilaksanakan pada Juli 2020 sampai Oktober 2020. Kami sadar bahwa perempuan merupakan kunci dalam membangun ketangguhan, dan karena itulah kami akan terus istikamah dalam membangun gerakan ini, kini dan nanti.
Sleman, Agustus 2020